Jumat, 10 Juni 2011

JEMBATAN SURAMADU UNTUK ACEH

Dalam hitungan hari tanah air ini akan bikin sensasi. Sensasi besar itu bernama jembatan Suramadu, jembatan sepanjang lima ribuan meter yang telah menghabiskan dana triliun rupiah. Luar biasa memang, jembatan yang dibangun demi menghubungkan wilayah Surabaya dan Madura ini dipastikan akan menjadi satu-satunya jembatan terpanjang se-Asia Tenggara.

Siapa yang tak bangga, sebagai nasionalis, kita pastinya turut bahagia menyambut berita tersebut. Toh tumben-tumbenan bangsa ini menghasilkan adikarya yang bisa mengangkat pamornya di mata dunia. Proyek ini memang patut diacungi ibu jari. Di tengah krisis global dimana negara sekaliber Amerika saja tak dapat berkutik membangun negeri, kita malah akan segera meresmikan “masterpiece” Juni nanti.

Tapi apalacur, Indonesia tetaplah Indonesia, negeri yang mengaku menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika ini kiranya masih menjadi “ibu tiri” bagi daerah-daerah nun jauh dari ibukota. Agak sulit mencari padanan kata yang tepat untuk mewakili perasaan yang mungkin akan dirasakan penduduk provinsi lain di Indonesia kala jembatan ini diresmikan. Lebih tepatnya penduduk di daerah-daerah yang infrastrukturnya sama sekali belum memadai.

Sebagai contoh, mari kita intip kondisi infrastruktur di wilayah pasca tsunami nun paling barat Sumatera yaitu Nanggroe Aceh Darussalam. Jangan ditanya berapa jumlah jembatan yang kondisinya mengenaskan disana. Bahkan penduduk di desa-desa wilayah tersebut harus menempuh jarak berkali lipat jauhnya hanya karena jembatan mereka sepanjang 25 x 5 meter yang memang dibangun dengan sangat sederhana jebol.

Itu hanyalah gambaran kecil disebuah wilayah di satu profinsi Indonesia. Bagaimana dengan puluhan wilayah-wilayah lain, atau lebih jauh lagi bagaimana dengan provinsi-provinsi lain. Sudah memadaikah infrastruktur disana? Itupun bila kita hanya menyoroti jembatannya saja. Belum lagi jalanan, listrik, rumah sakit dan berbagai sarana penunjang lainnya. Apakah itu yang dimaksud penguasa dengan pemerataan kemakmuran?

Memang tak ada gunanya meributkan proyek yang satu ini. Toh hanya menunggu penyelesaian pagar pembatas, proyek raksasa ini akan dinyatakan rampung. Yang disesalkan adalah, mengapa pemerintah seolah tidak ambil pusing dengan kondisi wilayah-wilayah lainnya di Indonesia? Ada baiknya sensitifitas pemerintah akan hal-hal macam ini lebih ditingkatkan. Jangan sampai ada daerah-daerah yang merasa dianaktirikan. Bila sudah begini, jangan tuding kanan kiri bila separatisme merajalela lagi. Belajarlah Indonesia. .............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar