Kamis, 17 November 2011

Evaluasi Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia Dalam Rangka Pencapaian Millenium Development Goals (MDGs)



Bulan September tahun 2000 ditandai dengan pelaksanaan sidang tahunan PBB yang bertujuan untuk membahas berbagai permasalahan internasional yang terjadi. Dalam pertemuan di New York tersebut, 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan tersebut sepakat membahas berbagai permasalan untuk kemudian disusun serta diadopsi menjadi suatu target bersama yang ditujukan untuk mencapai kemajuan bangsa-bangsa.
            Dalam sidang tahunan tersebut, para delegasi negara berhasil merumuskan beberapa poin kesepakatan yang lantas dikenal dengan istilah Millenium Development Goals (MDGs). Poin rumusan tersebut antara lain terkait: (1) Penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, (2) Pencapaian pendidikan dasar untuk semua, (3) Pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, (4) Penurunan angka kematian anak, (5) Peningkatan kesehatan ibu, (6) Memerangi HIV/AIDS, Malaria serta penyakit menular lainnya, (7) Memastikan kelestarian lingkungan hidup dan (8) Membangun kemitraan global untuk pembangunan.
            Dari delapan rumusan tersebut, penanggulangan kemiskinan dan kelaparan dianggap sebagai target utama yang harus dicapai oleh Negara-negara. (Suyono 2011) Indikator keberhasilan program tersebut mencakup dalam dua sasaran utama yaitu menurunkan menjadi separuhnya proporsi penduduk yang pendapatannya kurang dari US$ 1.00 per hari pada tahun 2015 serta menurunkan separuhnya penduduk yang menderita kelaparan pada tahun 2015.
Indonesia sendiri sebagai Negara berkembang ternyata masih menduduki peringkat ke-142 dari 209 negara di dunia dalam hal kemiskinan. Merunut pada sejarah Indonesia pasca kemerdekaan, lonjakan yang relatif positif dalam hal perekonomian negeri ini terjadi ditahun 1968-1982. Pada periode tersebut, tercatat rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 7,65 persen pertahunnya. Namun Indonesia ternyata harus kembali menghadapi kenyataan pahit pada 1979 sampai 1980 dimana terjadinya tekanan ddari luar yang ditandai dengan OPEC yang mengalami Oil Price Shock ll diawal decade 1980-an tersebut. Pada masa itu, Indonesia yang masih mengandalkan ekspor di sektor migasnya mengalami penurunan drastis dalam angka pertumbuhan ekonominya menjadi 4,5 persen pertahun. (Siregar and Wahyuniarti n.d.)
Perekonomian Indonesia mulai membaik pada penghujung dekade 1980-an dengan mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen dalam periode 1989-1993. Pada 1994-1996 prestasi perekonomian Indonesia lebih membanggakan lagi dengan angka persentase pertumbuhan ekonomi sebesar 7,9 persen pertahun. Perbaikan dalam sektor ekonomi dalam negeri tersebut ternyata tidak bertahann cukup lama. Keterpurukan ekonomi kembali terjadi di Indonesia pada 1997 yang ditandai dengan terjadinya krisis moneter. Dampak yang cukup parah dihadapi Indonesia dengan pukulan pada persentase pertumbuhan ekonomi menjadi hanya sebesar 4,7 persen saja. Dan yang paling mencengangkan terjadi pada 1998 dimana Indonesia harus mengalami minus pertumbuhan ekonomi yaitu pada angka -13,1 persen.
Dengan rekor keterpurukan ekonomi tersebut, berbagai permasalahan serta merta menyusul akibat imbas krisis yang melanda. Terjadi lonjakan hebat pada angka pengangguran serta angka kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik Mencatat pada 1998 Indonesia memiliki pengangguran sebesar 5,5 persen, berturut-turut setelah itu persentase pengangguran berkisar pada 6,4 pada 1999, dan 6,1 pada tahun 2000. Begitu pula dengan kemiskinan mencapai 24,2 persen pada tahun 1998 kemudian pada tahun 1999 menurun menjadi 23,4 persen dan 19,1 persen pada tahun 2000.
            Pasca penerapan MDGs di tahun 2000, meskipun belum terlihat peningkatan yang signifikan dari persentase pertumbuhan ekonomi, namun selama periode  2000-2006 terlihat adanya hasil yang positif.. Secara berturut-turut dari tahun 2001 hingga 2006 sebesar 3,6 persen, 4,5 persen, 4,8 persen, 5,1 persen, 5,7 persen dan 5,5 persen. Namun yang mengherankan adalah pemulihan pertumbuhan ekonomi tersebut ternyata tidak diikuti oleh penurunan persentase kemiskinan serta pengangguran.   
            Dari sumber data yang sama ditemukan jumlah pengangguran di Indonesia ternyata masih berkisar 8,1 persen pada tahun 2001, dan 11,2 persen dan 10,3 persen masing-masing pada tahun 2005 dan 2006. Hal tersebut cukup mencengangkan karena data yang dicapai justru berbanding terbalik dengan persentase pertumbuhan ekonomi yang kian meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 4, 9 persen pada 1996, 4,7 persen pada 1997, 5,5 persen pada 1998, 6,4 persen pada 1999, 6,1 pada 2000. Hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran tersebut menghadirkan anggapan mengenai hipotesis bahwa pertumbuhan ekonomi akan mampu memperluas kesempatan kerja ternyata tidak terbukti. Pertumbuhan ekonomi yang cenderung meningkat ternyata diikuti juga oleh tingkat pengangguran yang meningkat.         
            Fenomena tersebut tidak lain disebabkan oleh industrialisasi di Indonesia yang secara langsung mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi namun cenderung minim dalam permintaan tenaga kerja. Lebih jauh lagi melihat pada berbagai data yang memperlihatkan parahnya kesenjangan perekonomian yang terjadi di tanah air. Hal itu dapat sitemukan pada peta pertumbuhan ekonomi Indonesia secara spasial yang masih didominasi oleh Pulau Jawa. Dari data  Bidang Neraca dan Analisis Badan Pusat Statistik ditemukan dari kontribusi perprovinsi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2009 sebesar 4,5 persen, dominasi Pulau Jawa mencapai 57,6 persen. Angka ini memang menunjukkan kesenjangan, di mana pada kuartal empat lalu dominasi Jawa masih 57,6 utamanya disumbang oleh DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Urutan berikutnya adalah Pulau Sumatera 23,5 persen, Kalimantan 9,5 persen, Sulawesi 4,6 persen, dan pulau lainnya sebesar 4,8 persen[1]
            Dari temuan tersebut agaknya pemerintah masih harus bekerja lebih keras untuk membangun perekonomian dalam negeri yang tidak hanya berpatokan pada tingginya angka pertumbuhan  ekonomi semata melainkan lebih menyentuh kepada pola-pola khas yang dibutuhkan oleh negeri ini seperti pemerataan pembangunan dalam infrastruktur, pendidikan dan sebagainya.
Terlepas dari itu, komitmen Pemerintah Indonesia untuk  menyukseskan pencapaiian MDGs telah cukup terlihat. Terbukti Indonesia secara langsung telah memasukkan MDGs ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPM) serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Selain itu Indonesia juga membuktikan komitmennya dalam pencapaian MDGs dengan terbentuknya “Parliamentary’s Group On MDG’s” yang merupakan salah satu upaya dalam mengakomodasi dan mewujudkan kepentingan seluruh daerah di Indonesia dalam rangka mencapai tujuan Pembangunan Millenium (MDGs).
Namun upaya Pemerintah Indonesia merealisasikan Sasaran Pembangunan Milenium pada tahun 2015 agaknya akan sulit tercapai karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban pembayaran utang yang sangat besar. Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp97,7 triliun (2009) hingga Rp81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016) menjadi Rp66,70 triliun. Mencermati data-data tersebut, tentunya akan sulit bagi Pemerintah Indonesia untuk fokus terhadap target pencapaian MDGs terutama dalam hal penanggulangan kemiskinan dan kelaparan.
Terkait kendala yang dihadapi, sudah saatnya Pemerintah Indonesia lebih proaktif dalam melakukan negosiasi lanjutan dengan Negara-negara donor guna pemberian subsidi atau dana hibah yang telah dijanjikan yakni sebesar 0,7 persen dari GNP Negara-negara maju tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Hermanto, and Dwi Wahyuniarti. "Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin." http://pdfsearchpro.com/dampak-pertumbuhan-ekonomi-terhadap-penurunan-jumlah-penduduk-miskin-pdf.html# (diakses 9 Juni 2011).

Suyono, Prof. Dr. Haryono. "Memaknai Indikator MDGs, Pengentasan kemiskinan." Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tenggara. Januari 21, 2011.






















Tidak ada komentar:

Posting Komentar