Jumat, 11 November 2011

Berkenalan Dengan Diri Sendiri


Di dunia ini, kita mengenal banya orang, berinteraksi dengan mereka, bahkan mencoba menebak-nebak kepribadian mereka, entah itu sebatas kesan pertamanya saja atau diam-diam menjadi detektif atas diri orang lain tersebut. Apakah itu penting? jawabannya relatif. Namun itu menjadi kurang penting saat kita menjadi orang yang terus melihat keluar (baca:orang lain) tanpa sesekali menengok kedalam.

Seperti apa kepribadian kita? tergolong manusia seperti apakah kita? Apakah kita orang baik, cukup baik, sangat baik, atau bahkan nenek lampir yang cuma mampu jadi mimpi buruk buat lingkungan sekitarnya. Apakah kita orang yang bahagia, cukup bahagia, atau bahkan kita sudah lupa kapan terakhir kita tersenyum karena berhasil menumbuhkan sugesi diri kita untuk bahagia..?

Ngomong-ngomong masalah kebahagiaan. Kalau banyak orang bilang cinta itu kata yang sulit terdefinisi, bagiku kata 'bahagia' lah yang lebih sukar dipahami. Sekedar mencoba melihat ke dalam diri, jika pola pemikiran manusia terbagi kedalam dua kutub yaitu negatif dan positif, maka jarum kompasku akan condong menunjuk ke kiri. Ya, bisa dikatakan aku 'negative person'. Istilah yang aneh memang, tapi ya kira-kira begitulah istilah pola pikirku selama ini.

Bukan sekali dua aku menghadapi masalah karena cara berfikir kiri yang aku miliki. Mulai dari masalah dg keluarga, pacar bahkan teman. Namun untuk yang terakhir ini hampir tidak pernah, ya, kembali lagi, karena sering negatif, aku jadi membatasi orang-orang 'sesuai' dengan kriteriaku untuk kumasukkan dalam 'draft' hati dan kucatat sebagai teman atau kerap kubanggakan sebagai sahabat. Selebihnya? orang-orang tersebut hanya akan masuk daftar orang-orang yang ku kenal, yang tdk kupunya ikatan emosional atau memori apapun tentang mereka. Sadis memang :(

Kata mereka, menjadi tua itu mutlak namun bertambah dewasa itu relatif, aku sangat menyadari itu. Dibesarkan sebagai anak bungsu membuat orang-orang agak kesulitan menganggapku dewasa. Aku bisa berlagak 'sok' mature di lingkungan sosial, tetapi saat kembali kerumah, aku hanya akan menjadi seorang 'adek' yang kedewasaannya dipertanyakan. Oh ya satu lagi, entah berpengaruh atau tidak, sejak dulu otakku telah dibesarkan dilingkungan skeptis, sebutlah lingkungan politik. Dimana aku kerap belajar berpikir skeptis. Pola pikir ini juga yang kadang kurang mampu kupilah dan kutempatkan sesuai kondisinya. Maka tak jarang aku menjadi 'terlalu' skeptis akan banyak hal, pergaulan, pacar, keluarga, apapun..

Baiklah, sudah cukup keluh kesahnya. Kabar baiknya adalah, karena kedewasaan bukan sesuatu yang layak ditunda, aku sekarang sedang mencoba seperti itu. Salah satu ciri kedewasaan yang belum mampu kuraih adalah berpikir positif dalam banyak hal! satu-satunya respon positif yang kurasakan saat ini hanyalah aku selalu ingin membuktikan aku dewasa. Jadilah aku berlagak mandiri, berlagak kuat dan tabah. Tapi setidaknya berpura-pura menjadi akan lebih baik daripada samasekali tidak mencoba menjadi..benar tidak?

Terakhir, sebenarnya aku sedang berusaha jadi lebih baik, bertumbuh kian kekanan :) tulisan yang berpanjang-panjang ini sebenarnya tercipta karena aku gundah membaca sebuah artikel:

Cara Berpikir Tak Sehat Bisa Memicu Stress..Artikel singkat itu antara lain memuat beberapa tipe pemikiran yang bisa mempuat hidup seseorang tidak bahagia. Antara lain:

1. Should/Must Thingking

"Yakni cara berpikir yang cenderung kaku, harus begini dan harus begitu. Akibatnya ketika ada sesuatu yang berjalan tidak sebagaimana harusnya, pikirannya akan mulai kalut lalu stres dan tidak bahagia". 
Aku sering melakukan pembenaran saat aku berpikir seperti ini. Klaim perfeksionis yang kerap aku lekatkan pada diriku membuat aku merasa 'sah' mengatur kehidupan hingga harus sejalan dengan yang ku mau. Padahal kenyataannya apa? SALAH BESAR. Karena maksud-maksud tertentu, Realita seringnya bergeser dari idealita. Mengecewakan memang, tapi via, belajarlah bahwa hidup bukan dongeng..

2. Overgeneralization
"Bagi orang yang menggunakan cara berpikir overgeneralisasi, satu kali berbuat salah akan membuatnya patah semangat dan merasa seolah-olah tidak berguna. Contohnya, "Saya selalu bermaksud baik, tetapi selalu saja salah".
Termasuk poin ini, aku merasa kurang melihat kebaikan dalam rentetan kejadian. Seringnya hal-hal negatif yang tersimpan rapi dalam ingatan. Istilah mudahnya, ujian akan segera terlupakan dalam 1-2 jam tapi kritikan bahkan bisa bertahan hingga 1-2 tahun kemudian

3. Magnification/minimation
Setiap kali ada yang tidak beres, kesalahan selalu ditimpakan pada dirinya sendiri. Ciri-ciri orang dengan cara berpikir seperti ini adalah sering mengatakan, "Kerusakan ini pasti karena saya".

4. Personalization
Kebencian pribadi pada seseorang sering terbawa-bawa, terutama bagi orang-orang yang selalu mengaitkan segala hal dengan hubungan personalnya dengan orang lain. Entah ada hubungannya atau tidak, orang dengan pola pikir seperti ini akan mengatakan, "Dia yang bertanggung jawab atas kesialan saya ini".

5. Mind Reading
Seseorang dengan kemampuan komunikasi yang buruk cenderung suka menebak-nebak pikiran orang lain dan celakanya kadang yang tertangkap adalah pikiran negatif. Misalnya ,"Dia mengacuhkan saya. Pasti dia tidak suka sama saya".
Apalagi yang ini, wah gw banget!! aku sering mikir: ya, kalau dia menyayangi dan mengerti, seharusnya dia mampu membaca apa yang aku inginkan dan tidak. hahah, padahal tidak semua orang seberuntung Deddy Corbuzier yang pinter baca pikiran orang.

6. Fortune Telling
Orang-orang dengan cara berpikir seperti ini selalu dibayangi oleh pikirannya sendiri. Segala sesuatu saling dikaitkan dengan praduga-praduga, misalnya, "Saya tidak cocok dengan pekerjaan ini. Ini buktinya".

7. Authotative Source
Orang-orang yang tidak punya pendirian cenderung punya cara berpikir Authotative Source. Segala sesuatu yang dianggap benar selalu dibandingkan dengan pendapat orang lain misalnya, "Ini tidak mungkin salah karena sudah disampaikan menteri/kiai".

8. Emotional Reasoning
Orang dengan cara berpikir seperti ini selalu berusaha melihat hubungan antar hal secara logis, namun dalam pelaksanaannya sangat didominasi faktor emosional sehingga tidak selalu logis.
Nah, dari delapan poin tadi, meskipun tidak disemua kategori aku terbilang parah, namun kriteria 'orang stress' wajar saja melekat sejati di aku. hmmm, ga boleh disepelekan, harus berubah, harus!! kalau kata kalimat akhir di artikel itu :

"Pikiran adalah medan perang utama dalam diri manusia. Jika Anda bisa menang disini maka kehidupan yang Anda jalani akan semakin mudah"
Baiklah, saya yakin saya bisa..bisa apa?? bisa konsisten dengan perubahan saya ke kanan..kalau kamu, masuk kriteria yang mana..? :) #kiss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar