Dingin serupa jeruji bui bergerigi......
menyesap gelap, senyap dan kesiap.
serupa dupa, aroma jingga dikangkangi perapian tanpa muara...
Jogja yang diam...suram
jogja yang miris...tanpa tangis
mengenang kemelaratan bagai tuntutan
lantas keganjilan yang dijadikan objek tontonan
jogjaku sudah ironi
bahkan sedari tadi,
kala deretan kuda menanti digauli...
orang-orang masih berdiri
menikmati helaan si gila di mana-mana
nisbi
bertelanjang kepala, dada, dan kaki pula
Bandar ini akan selalu menjadi,
orang-orang tersenyum walau kulum
dengan duyun pesona
angguk gunungan yang menua
desau kayuhan nasib sarat kepayahann
itulah pesona jogja, tidak lebih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar